Opini
Home » Berita » Fenomena Baru Tradisi Musik Era Post Modern

Fenomena Baru Tradisi Musik Era Post Modern


Oleh Penulis  : CHOIRUL ANAM FATUR ROHMAN

Kondisi realitas kita saat ini sedang berada di zaman Post Modern dimana suatu hal yang dapat mudah sekali terganti dengan hal yang baru jika memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan hal yang lain. Semua penilaian hanya terdapat pada rasa dan
kenyaman individu atau kelompok. Dalam artian pada era Post Modern ini kondisi apapun bisa menjadi seni seperti fenomena tradisi musik yakni Sound Horeg.
Fenomena ini telah eksis sehingga menjadi bagian dari budaya populer di berbagai wilayah Indonesia terutama Pulau Jawa. Setiap wilayah pasti memiliki ragam budaya dan tradisi yang dapat dikembangkan dan ditunjukkan kepada masyarakat sekitar dengan konsep kegiatan sebuah pertunjukan seni atau festival yang digelar secara umum. Kegiatan festival tentunya dimeriahkan dengan banyak lagu-lagu, biasanya setiap komunitas menyalakan lagu menggunakan sound horeg. Adanya konstruksi sistem suara raksasa, parade musik jalanan ini bukan hanya menjadi pusat perhatian di kalangan masyarakat pedesaan, tetapi juga menciptakan sebuah fenomena baru pada tradisi musik dan budaya.
Fenomena sound horeg semakin sering muncul dalam ruang publik sebagai bentuk sarana hiburan dengan kekuatan audio luar biasa. Kondisi speaker yang berukuran besar dan daya tinggi kegiatan acara ini kerap menarik kerumunan dan menimbulkan euforia. Namun tidak juga menimbulkan keluhan yang sangat fatal akibat kebisingan ekstrem ditimbulkannya. Dikenal sound horeg oleh sebagian masyarakat karena bukan hanya suara ( audio ) yang volumenya keras dan kadang dianggap melampaui batas. Tapi hal ini juga muncul efek horeg atau getaran dan hentakan bunyi yang membuat bumi serta benda disekitarnya bergetar keras. Dampak buruknya adalah bagian rumah bisa rontok dan runtuh ketika sound system melewatinya. Dampak lainnya pada kesehatan terutama bagi yang punya sakit jantung.
Bermula sound system ini yang menghasilkan suara keras diperuntukkan kebutuhan fungsional seperti menyampaikan pesan agar suara yang disampaikan bisa menjangkau kerumunan massa dengan jumlah besar dalam kegiatan kampanye politik, keagamaan, dan acara komunitas untuk memastikan bahwa suara orator atau penceramah terdengar jelas oleh audiens di lapangan terbuka atau ruang besar. Tetapi kondisi belakangan ini sound horeg menjadi tradisi dimana volume tinggi suara dijadikan ukuran estetik dari kehadiran musik ala diskotik dan DJ ( Disc Jockey ) / HipHop. Selain itu ditambah lagi kehadiran para perempuan seksi dengan goyangan asik yang dianggap sensual. Tarian sensual ini yang semata menghibur penonton dengan mengeksploitasi tubuh tidak seharusnya disemarakkan pada tempat publik.
Kemajuan budaya juga menekankan pada upaya mencerdaskan kehidupan bangsa maka dari itu ekspresi budaya yang baik adalah tersalurnya peran konsep edukatif. Sementara yang merusak moral dan memberikan inspirasi buruk pada anak-anak seharusnya dicegah. Esensi kebudayaan dari sound horeg ini mendengarkan suara dengan ukuran estetiknya volume keras.

Semakin keras dan menggetarkan dianggap yang indah bagi penikmat sound horeg dari aspek volume suara. Hal lain dari musik DJ dan perempuan dancer seksi adalah sebuah estetik tubuh yang mungkin menarik bagi kebanyakan penonton laki-laki. Dari sisi inilah yang disebut eksploitasi tubuh yang paling membahayakan ketika kemajuan budaya menitikberatkan pada daya cipta membiarkan sosok perempuan menjadi tontonan objek oleh pihak orang lain.

Related Posts

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *