Oleh: Prof. Dr. Hanif Nurcholis, M.Si
Guru Besar Universitas Terbuka.
Hari ini kita menyaksikan babak baru demokrasi lahir…
…bukan di gedung parlemen.
…bukan di TPS.
…tapi di aplikasi digital.
SELAMAT.
Gen Z udah ogah nunggu parpol yang makin mirip zombie. Yang menakutkan rakyat pemilihnya. Rakyat makin ngeri kepada parpol.
Mereka bikin panggung sendiri, lewat platform yang mereka kuasai, untuk memilih siapa yang layak memimpin dan siapa yang pantas dipercaya.
Dan yang mereka pilih bukan figur hasil lobi politik, bukan orang yang pasang baliho di pohon pinggir jalan, tapi tokoh yang bersih, tegas, dan kompeten.
Demokrasi Tanpa Parpol
Gen Z sadar: kita gak bisa lagi berharap pada parpol yang sibuk nipu rakyat dan jadi perpanjangan tangan pemodal. Pemilih dibohongi mentah2.
Maka mereka bikin “parlemen digital” sendiri. Server Discord, channel komunitas, aplikasi voting—semuanya jadi alat demokrasi baru.
Bukan teori, tapi praktik nyata. Dari polling digital → konsensus publik → tekanan sosial → hingga keputusan politik.
Parpol Jadi Kutukan
Di mata Gen Z, parpol bukan rumah demokrasi lagi. Ia jadi kutukan. Maka layak dimasukkan kubur. Saat ini sudah jadi zombie yang menyeret demokrasi ke kuburan.
Tapi Gen Z datang dengan obor digital—menyelamatkan demokrasi tanpa parpol.
Nepal Jadi Contoh
Yes, Nepal!
Negara kecil di kaki Himalaya ini baru saja bikin gebrakan. Anak mudanya ogah lagi main politik gaya lama. Mereka pindah ke server Discord, bikin parlemen digital, lalu rame-rame voting siapa yang paling layak jadi Perdana Menteri interim.
Dan pemenangnya?
Sushila Karki—mantan Ketua Mahkamah Agung, bersih, tegas, tanpa drama, sekaligus perempuan pertama yang duduk di kursi tertinggi pemerintahan Nepal.
Yang bikin heboh bukan hanya siapa yang dipilih, tapi bagaimana cara mereka memilih:
Bukan lewat siaran TV.
Bukan lewat baliho pohon pisang.
Bukan hasil lobi politik kotor.
Tapi lewat voting digital → konsensus publik → tekanan sosial → hingga akhirnya Presiden Nepal meresmikan pilihan mereka secara formal.
Parpol Jadi Zombie
Fenomena Nepal adalah tamparan keras buat demokrasi yang masih disandera parpol. Parpol makin mirip zombie: hidup segan, mati tak mau, tapi tetap menyeret demokrasi ke kuburan.
Sementara itu, Gen Z Nepal menunjukkan bahwa demokrasi bisa diselamatkan tanpa parpol. Dengan alat yang mereka kuasai—Discord, aplikasi, komunitas digital—mereka langsung menyalurkan suara rakyat.
Refleksi Buat Kita
- Kita masih sibuk jadi silent reader di grup WA alumni, mereka bikin parlemen digital.
- Kita masih nyinyir elite korup, mereka bikin ruang alternatif yang transparan.
- Kita masih nunggu “figur bersih” dilirik parpol, mereka justru kasih panggung langsung tanpa perantara.
Masa Depan Itu Sudah Tiba
Banyak yang bilang, “Ah, itu kan cuma Nepal.”
Tapi justru karena itu Nepal—negara kecil, minim fasilitas—harusnya kita lebih malu.
Mereka gak punya anggaran digital miliaran.
Mereka gak punya mesin politik canggih.
Tapi mereka punya trust, koordinasi, dan keberanian.
Dan itu cukup untuk mengubur parpol, sekaligus menghidupkan kembali demokrasi.
Ngeri kali Gen Z.
Generasi masa depan.
Mereka akan mengubur parpol. Partai Dodolan Indonesia kepada Pemodal, Partai Golongan Kerakusan, Partai Amat Naif, Partai Kemunafikan Busuk, Partai Gerombolan Indonesia Rakus, Partai Nasional Demagog, Partai Kena Sana-sini, Partai Persatuan Pengkhianat, Partai Siluman Indonesia, Partai Bobrok Banget.
Saat parpol terkubur mereka menyalakan obor digital untuk menyelamatkan demokrasi.
Comment