Opini
Home » Berita » Menjaga Kesaktian Pancasila dengan Spirit Moderasi Beragama

Menjaga Kesaktian Pancasila dengan Spirit Moderasi Beragama


Oleh:
Dr. H. Ahmad Hudri, ST., MAP.
Ketua FKUB Kota Probolinggo

Momentum hari Kesaktian Pancasila yang diperingati setiap tanggal 1 Oktober menjadi peristiwa bernilai historis dan ideologis bagi bangsa Indonesia. Peringatan ini bukan semata seremonial saja, namun juga momentum untuk upgrading keyakinan bahwa Pancasila merupakan dasar negara yang mampu menjaga keutuhan bangsa di tengah kemajemukan. Oleh karena itu, kesaktian Pancasila bukan sekedar slogan; akan tetapi harus terus dijaga, dihidupi, dan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dalam berbangsa dan bernegara. Salah satu ikhtiar strategis untuk menjaganya adalah melalui penguatan moderasi beragama.

Moderasi beragama merupakan sikap beragama yang mengedepankan keseimbangan atau yang populer dengan Tawassuth I’tidal: tidak ekstrem ke kanan, tidak pula ekstrem ke kiri. Dalam konteks Indonesia, moderasi beragama berfungsi sebagai perekat sosial yang menjembatani keragaman keyakinan, etnis, dan budaya. Dengan semangat moderasi ini, nilai-nilai luhur Pancasila menemukan ruang aktualisasinya. Karena dengan Moderasi beragama integrasi sosial terwujud persatuan dalam bingkai NKRI.

Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, menegaskan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius, bangsa yang berkeyakinan akan adanya Tuhan dengan beragama. Namun, religiusitas ini harus bersanding dengan pengakuan terhadap pluralitas keyakinan. Moderasi beragama hadir untuk memastikan bahwa wujud nyata penghormatan dan keyakinan kepada Tuhan adalah berupa penghormatan atas hak asasi dan kebebasan untuk menjalankan ibadah dan keyakinan sesuai dengan agama dan keyakinannya di tengah pluralitas umat beragama. Di sinilah Pancasila menjadi payung pelindung yang menaungi seluruh umat beragama agar dapat hidup berdampingan secara damai.

Kesaktian Pancasila diuji ketika muncul ideologi transnasional, paham intoleransi, dan radikalisme yang berupaya menggerus fondasi kebangsaan. Tantangan-tantangan ini hanya bisa dihadapi jika masyarakat memiliki imunitas ideologis. Moderasi beragama berfungsi sebagai vaksin yang menguatkan daya tahan bangsa: ia mencegah perpecahan, mengikis prasangka, dan membangun keadaban publik yang berlandaskan penghormatan pada keberagaman dan perbedaan.

Selain itu, sila-sila lain dalam Pancasila—kemanusiaan, persatuan, musyawarah, hingga keadilan sosial—hanya bisa diwujudkan bila moderasi beragama dijadikan praksis dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa moderasi, beragama bisa jatuh pada fanatisme buta yang memecah belah. Dengan moderasi, agama justru menjadi energi spiritual yang meneguhkan persatuan, menggerakkan solidaritas, dan mendorong lahirnya keadilan sosial.

Menjaga kesaktian Pancasila bukan berarti mengkultuskannya, melainkan menghidupkan nilai-nilainya dalam realitas kebangsaan. Di era globalisasi dan digital yang penuh polarisasi, moderasi beragama menjadi kunci agar Pancasila tidak hanya dikenang sebagai warisan sejarah, tetapi juga tetap relevan sebagai pedoman hidup berbangsa.

Moderasi beragama juga menjadi methode untuk menghidupkan nilai-nilai luhur Pancasila sebagaimana yang termaktub dalam sila-sila Pancasila. Jika moderasi beragama terus teredukasi secara sistematis dan masif, maka tujuan luhur Pancasila akan terwujud dalam pembangunan yang berkeadilan dalam bingkai NKRI.

Pada akhirnya, Pancasila dan moderasi beragama adalah dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Pancasila menjadi fondasi ideologis, sementara moderasi beragama menjadi praksis sosialnya. Keduanya sama-sama menuntun bangsa Indonesia untuk tetap kokoh, sakti, dan bermartabat di tengah dinamika zaman.

Related Posts

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *