Opini
Home » Berita » Menyembuhkan “Cedera” Industri Tebu: Kunci Percepatan Swasembada Gula dan Kesejahteraan Petani Jawa Timur

Menyembuhkan “Cedera” Industri Tebu: Kunci Percepatan Swasembada Gula dan Kesejahteraan Petani Jawa Timur

*Fajar Satrio (Ketua TANI MERDEKA INDONESIA KABUPATEN PROBOLINGGO)

Problem hilirisasi tebu dan upaya percepatan swasembada gula di Indonesia menunjukkan tantangan serius yang harus segera diatasi agar visi kemandirian pangan dan energi terwujud. Meski pemerintah telah menyiapkan peta jalan strategis dengan target ambisius berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 2023, tatanan lama yang rapuh di sektor perkebunan tebu rakyat dan industri gula nasional masih menjadi beban berat yang menghambat kemajuan.

Kondisi keterlambatan pembayaran oleh PT Sinergi Gula Nusantara (SGN), yang hanya membayar 30% dari kewajiban kepada petani tebu di Jawa Timur, bukan sekadar persoalan administratif, melainkan cerminan kegagalan sistem dan lemahnya koordinasi dalam rantai nilai hilirisasi tebu. Petani, sebagai ujung tombak produksi gula, mengalami tekanan berat yang berpotensi melemahkan motivasi dan keberlanjutan usaha tani tebu. Ini bukan hanya jeritan ekonomi, tetapi juga panggilan untuk reformasi mendasar.

Untuk membangun hilirisasi tebu yang kuat dan berkeadilan, diperlukan terobosan visioner yang berorientasi pada sinergi antara pemerintah, BUMN, dan petani. Pertama, penguatan infrastruktur produksi dan pengolahan tebu harus diprioritaskan untuk mencapai produktivitas 93 ton per hektar dan rendemen gula 11,2% yang telah ditargetkan. Investasi modernisasi pabrik dan teknologi agro-industri menjadi kunci agar hasil panen tidak lagi hanya menjadi komoditas primer, melainkan produk bernilai tambah tinggi seperti bioetanol.

Kedua, model kemitraan antara BUMN dan petani harus direvitalisasi dengan memperbaiki sistem pembayaran agar transparan, tepat waktu, dan memadai. Penerapan teknologi digital dalam monitoring transaksi dan distribusi hasil panen bisa mengurangi risiko kerugian dan menyelesaikan persoalan trust yang selama ini menimbulkan luka lama. Pemerintah juga harus memberikan jaminan perlindungan sosial kepada petani melalui skema asuransi dan dukungan finansial.

Ketiga, percepatan swasembada gula yang diminta Presiden Prabowo harus direspon dengan strategi sinergis seluruh stakeholder, tidak hanya tiga BUMN, tetapi juga pemerintah daerah dan sektor swasta. Hal ini membutuhkan reformasi kebijakan pertanian terpadu yang mendorong diversifikasi produk, pengembangan pasar lokal dan ekspor, serta pelestarian lingkungan di lahan perkebunan tebu.

Visi besar swasembada gula bukan hanya soal kuantitas produksi, melainkan juga keberlanjutan ekonomi petani dan ketahanan pangan nasional. Jika persoalan klasik dan baru tidak segera diatasi dengan kebijakan yang berani, terintegrasi, dan inklusif, maka cita-cita percepatan swasembada gula akan tetap menjadi janji kosong yang memperpanjang jeritan petani tebu. Indonesia membutuhkan lompatan inovasi dan kemitraan yang kuat agar gula bukan hanya bahan konsumsi, tetapi simbol kemandirian agroindustri bangsa.

Related Posts

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *