Malam merapat, namun gang-gang di Kampung Cempluk justru semakin benderang. Inilah puncak perayaan, momentum penutupan Festival Kampung Cempluk yang ke-15. Udara terasa padat, bukan hanya oleh sesaknya manusia, tapi oleh akumulasi kebahagiaan yang tumpah ruah di setiap sudutnya. Ini bukan sekadar festival; ini adalah hari raya kebudayaan bagi kami, warga kampung.
Langkah kaki seolah tak punya pilihan selain mengikuti arus lautan manusia. Di sela-sela riuh tawa dan obrolan, aroma nasi bakar yang baru diangkat dari panggangan beradu dengan wangi manis popcorn yang sedang dimasak. Para penjual, dengan senyum yang tak luntur meski lelah, melayani pembeli tanpa henti. “Dagangan laris,” begitu bisik mereka penuh syukur.
Dari panggung utama, gemuruh ritmis menggetarkan dada. Itu bukan sekadar musik dari kawan-kawan yang silih berganti tampil, melainkan dentuman semangat dari para penerus kampung ini sendiri: anak-anak dari grup perkusi Garuda Putih. Tangan-tangan kecil mereka lincah menabuh instrumen, menciptakan irama yang membakar malam. Di setiap pukulan mereka, tersimpan energi murni, sebuah pernyataan bahwa tradisi dan kreativitas di kampung ini terus beregenerasi.
Tiba-tiba, di tengah lautan manusia, langit yang gelap pecah. Nyala merah suar membakar malam, diangkat tinggi-tinggi oleh tangan-tangan yang bersemangat, menjadi obor kebahagiaan yang menular. Asapnya yang tebal menyatu dengan cahaya panggung, menciptakan siluet orang-orang yang menari dan bersorak, merayakan kemenangan kolektif ini.
Lalu, rentetan letusan membelah angkasa. Bunga-bunga api mekar di atas atap-atap rumah kami, melukis langit malam dengan warna-warni yang gemerlap. Kepala-kepala serentak menengadah, diiringi pekik kagum dan sorak-sorai yang menyatu dengan musik. Inilah puncak dari akumulasi kebahagiaan selama berhari-hari.
Kembang api kampung ini bukan sekadar pertunjukan, melainkan doa-doa yang kami lontarkan ke langit, berisi harapan dan rasa syukur yang tak terhingga.
Bahkan di sudut-sudut yang tak tersorot lampu panggung, kebahagiaan itu nyata. Bapak-bapak petugas parkir dari berbagai RT, yang sedari sore mengatur kendaraan, ekspresi mereka jauh dari lelah. Ada kelegaan dan kebanggaan di sana. Malam ini bukan hanya tentang suksesnya acara, tapi tentang bukti bahwa gotong royong mereka membuahkan hasil, bahwa kampung mereka hidup dan berdaya. Setiap rupiah dari parkir, setiap piring yang terjual, menjadi benih harapan yang akan mereka rawat bersama.
Terima kasih, Semesta. Energi produktif yang Kau embuskan pada kami, warga Kampung Cempluk, telah kami wujudkan menjadi perayaan ini. Sebuah cara kami untuk merawat rumah, merawat ruang-ruang komunal di gang-gang ini, agar ia tak hanya menjadi tempat tinggal, tapi juga ruang yang terus menginspirasi. Malam penutupan ini bukanlah akhir, melainkan sebuah jeda untuk menancapkan harapan yang lebih kokoh lagi, untuk masa depan kampung yang kami cintai ini. Esok, mentari akan terbit, dan kami akan kembali bekerja, dengan semangat yang telah terisi penuh dari malam yang magis ini.
Pawon Cempluk, 11 Oktober 2025, jam 23.19 (REP)
Comment